Asal kejadian

Allah mula2 menjadikan cahaya atau nur yang digelar dengan Nur Muhammad SAW dari nur sifat JamalNya[keindahanNya].Nabi Muhd SAW pernah bersabda bahawa yang awal dijadikan Allah ialah roh Muhammad.Ia dijadikan dari cahaya ketuhanan.Selanjutnya Nabi bersabda bahawa yang mula2 dijadikan ialah Qalam[pena] dan juga sabdanya bahawa yang paling awal dijadikan ialah akal.

Sekarang tahulah kita bahawa yang awal dijadikan Allah ialah satu realiti yang ghaib dan bersifat kerohanian yang dinamakan nur,roh,qalam dan akal.Ia adalah suatu realiti yang mempunyai berbagai nama menurut fungsinya dan dari sudut mana kita memandang.

Realiti yang batin atau ghaib ini digelar oleh orang2 sufi sebagai Haqiqatul Muhammadiah.Realiti atau hakikat ini digelar dengan banyak nama.Ianya digelar nur atau cahaya kerana ia bebas dan bersih dari segala kegelapan.Ataupun ia digelar nur kerana dengan adanya cahaya tersebut segala kegelapan hilang musnah.

Hakikat ini juga digelar 'aqlul kull[akal semesta] kerana ia tahu dan melihat segala sesuatu.Ia juga digelar qalam[pena] kerana ia menyebarkan ilmu dan hikmah dan menzahirkan ilmu dalam bentuk huruf dan perkataan.Ia juga digelar roh kerana ia hidup, bukan mati.Dari roh itulah terbitnya segala yang hidup.Oleh kerana ia hidup maka ia digelar roh.

Comments

jalan said…
salam al-ustaz tuan blog. sy difahamkn tuan blog adalah lulusan al-azhar mesir n bergelar ustaz. jd, sy nk minta pendapat sket berkenaan kecelaruan sy terhadap dua golongan agamawan. tak perlu sy sebut dua golongan itu. yg sy tahu, satu golongan telah kemukakan dalil spt di bawah ini, yg menyebabkan sy makin sakit kpala, siapa yg benar. sy ni org awam saja. mohon ustaz leraikan sakit kepala sy. ianya berkenaan hal aqidah: Allah bertempat @ tak. lihat dalil mereka di bawah ni. tak sabar tunggu komen ustaz:

"sy faham berkenaan golongan mujassimah itu. cuma sy musykil dgn kesemua nas, dalil n athar para sahabat nabi, tabiin, yg sy nukilkan di bawah ini. mohon penjelasan tuan blog:

HIMPUMAN FIRMAN ALLAH:
"Apakah kamu merasa aman terhadap DZAT yang di atas langit, bahwa Ia akan menenggelamkan ke dalam bumi, maka tiba-tiba ia (bumi) bergoncang ?"
(Al-Mulk : 16)

"Ataukah kamu (memang) merasa aman terhadap DZAT yang di atas langit bahwa Ia akan mengirim kepada kamu angin yang mengandung batu kerikil ? Maka kamu akan mengetahui bagaimana ancaman-Ku". (Al-Mulk : 17).

Tidak ada sesuatupun yang sama dengan-Nya, dan Ia lah yang Maha Mendengar (dan) Maha Melihat". (As-Syura : 4)

"Dan tidak ada satupun yang sama/sebanding dengan-Nya" (Al-Ikhlas : 4)

"Ar-Rahman di atas 'Arsy Ia istiwaa."
(Thaha : 5)

"Sesungguhnya Tuhan kamu itu Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian ia istiwaa di atas 'Arsy".
(Al-A'raf :54).

"Dan berkata Fir'aun, Hai Haman! Buatkanlah untukku satu bangunan yang tinggi supaya aku (dapat) mencapai jalan-jalan. (Yaitu) jalan-jalan menuju ke langit supaya aku dapat melihat Tuhan Musa, karena sesungguhnya aku mengira dia(Musa) itu telah berdusta".
(Al-Mu'min : 36-37. Al-Qashash : 38).

---juga utk perhatian ustaz: Kalau Nabi Musa kata Allah itu di mana-mana, nescaya Firaun akan perintahkan tenteranya mencari seluruh pelusuk negeri, termasuk pasar dan rumah orang, untuk mencari 'Tuhan Musa'.

HIMPUNAN SABDA NABI:
"Orang-orang yang penyayang, mereka itu akan disayang oleh Allah Tabaaraka wa Ta'ala, oleh karena itu sayangilah orang-orang yang di muka bumi, niscaya Dzat yang di atas langit akan menyayangi kamu".
(Shahih. Diriwayatkan oleh Imam-imam : Abu Dawud No. 4941. Ahmad 2/160. Hakim 4/159. dari jalan Abdullah bin 'Amr bin 'Ash. Hadits ini telah dishahihkan oleh Imam Hakim dan telah pula disetujui oleh Imam Dzahabi)

"Barangsiapa yang tidak menyayangi orang yang di muka bumi, niscaya tidak akan disayang oleh Dzat yang di atas langit".
(Shahih, diriwayatkan oleh Imam Thabrani di kitabnya "Mu'jam Kabir No. 2497)

"Tidakkah kamu merasa aman kepadaku padahal aku orang kepercayaan Dzat yang di atas langit, datang kepadaku berita (wahyu) dari langit di waktu pagi dan petang".
(Shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim 3/111 dan Ahmad 3/4)

"Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya ! Tidak seorang suamipun yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya (bersenggama), lalu sang istri menolaknya, melainkan Dzat yang di atas langit murka kepadanya sampai suaminya ridla kepadanya".
(Shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim 4/157)

"Silih berganti (datang) kepada kamu Malaikat malam dan Malaikat siang dan mereka berkumpul pada waktu shalat shubuh dan shalat ashar. Kemudian naik malaikat yang bermalam dengan kamu, lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka, padahal Ia lebih tahu keadaan mereka : "Bagaimana (keadaan mereka) sewaktu kamu tinggalkan hamba-hamba-Ku ? Mereka menjawab : "Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami datang kepada mereka dalam keadaan shalat".
(Shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari 1/139 dan Muslim 2/113 dll).

"Jabir bin Abdullah telah meriwayatkan tentang sifat haji Nabi dalam satu hadits yang panjang yang didalamnya diterangkan khotbah Nabi SAW di padang 'Arafah : "(Jabir menerangkan) : Lalu Nabi SAW mengangkat jari telunjuknya ke arah langit, kemudian beliau tunjukkan jarinya itu kepada manusia, (kemudian beliau berdo'a) : "Ya Allah saksikanlah ! Ya Allah saksikanlah ! ( Riwayat Imam Muslim 4/41).

Rasulullah SAW pernah mengajukan pertanyaan kepada seorang budak perempuan milik Mua'wiyah bin Al-Hakam As-Sulamy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya yaitu Mu'awiyah, beliau bertanya kepadanya, "Di manakah Allah ? Jawab budak perempuan, "Di atas langit" Beliau bertanya lagi, "Siapakah Aku ..?". Jawab budak itu : "Engkau adalah Rasulullah". Beliau bersabda : "Merdekakan ia ! .. karena sesungguhnya ia mu'minah (seorang perempuan yang beriman)".

1. Hadits shahih. Dikeluarkan oleh Jama'ah ahli hadits, diantaranya, Imam Malik (Tanwirul Hawaalik syarah Al-Muwath-tho juz 3 halaman 5-6).
2. Imam Muslim (2/70-71)
3. Imam Abu Dawud (No. 930-931)
4. Imam Nasa'i (3/13-14)
5. Imam Ahmad (5/447, 448-449)

HIMPUNAN KATA2 Sahabat:
Umar bin Khatab pernah mengatakan :
"Hanyasanya segala urusan itu (datang/keputusannya) dari sini". Sambil Umar mengisyaratkan tangannya ke langit"
[Imam Dzahabi di kitabnya "Al-Uluw" hal : 103 mengatakan : Sanadnya seperti Matahari (yakni terang benderang keshahihannya)].

Ibnu Mas'ud berkata : Artinya : "'Arsy itu di atas air dan Allah 'Azza wa Jalla di atas 'Arsy, Ia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan".
Riwayat ini shahih dikeluarkan oleh Imam Thabrani di kitabnya "Al-Mu'jam Kabir" No. 8987. dan lain-lain Imam.
Imam Dzahabi di kitabnya "Al-Uluw" hal : 103 berkata : sanadnya shahih.

"Dan adalah 'Arsy-Nya itu di atas air" (Hud : 7)

Anas bin Malik menerangkan :
"Adalah Zainab memegahkan dirinya atas istri-istri Nabi SAW, ia berkata : "Yang mengawinkan kamu (dengan Nabi) adalah keluarga kamu, tetapi yang mengawinkan aku (dengan Nabi) adalah Allah Ta'ala dari ATAS TUJUH LANGIT".

Dalam satu lafadz Zainab binti Jahsyin mengatakan :
"Sesungguhnya Allah telah menikahkan aku (dengan Nabi) dari atas langit". (Riwayat Bukhari juz 8 hal:176). Yakni perkawinan Nabi SAW dengan Zainab binti Jahsyin langsung Allah Ta'ala yang menikahinya dari atas 'Arsy-Nya.

Firman Allah di dalam surat Al-Ahzab : 37
"Kami kawinkan engkau dengannya (yakni Zainab)".

HIMPUNAN KATA2 Tabiin n ulama:
Mujahid (seorang Tabi'in besar murid Ibnu Abbas), berkata,
Ia istawaa di atas Arsy maknanya :
"Ia berada tinggi di atas Arsy"
(Riwayat Imam Bukhari dalam sahihnya Juz 8 hal : 175)

Adz-Dzahabi :
"Dan demikian ra'yu kami (setuju dengan hadits) setiap orang yang ditanya : "Dimana Allah ? "Dia segera dengan fitrahnya menjawab : Di atas langit !. Didalam hadits ini ada dua masalah : pertama : Disyariatkan pertanyaan seorang muslim : Dimana Allah ?. Kedua : Jawaban orang yang ditanya : (Allah) di atas langit ! Maka barangsiapa yang mengingkari dua masalah ini berarti ia telah mengingkari Al-Musthafa (Nabi) SAW". (kitabnya Al-Uluw, hal : 81)


Imam Ad-Daarimi : "Di dalam hadits Rasulullah SAW ini, ada dalil bahwa seseorang apabila tidak mengetahui sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berada di atas langit bukan bumi, tidaklah ia seorang mu'min".(Ar-Raddu 'Alal Jahmiyah, hal: 39)

Imam Ibnu Khuzaimah: "Kami beriman dengan khabar dari Allah Jalla wa A'laa (yang Maha Besar dan Maha tinggi) sesungguhnya pencipta kami (Allah) Ia istiwaa di atas 'Arsy-Nya.

Kami tidak akan mengganti/mengubah Kalam (firman) Allah dan kami tidak akan mengucapkan perkataan yang tidak pernah dikatakan (Allah) kepada kami sebagaimana (kaum) Jahmiyyah yang menghilangkan sifat-sifat Allah, dengan mengatakan "Sesungguhnya Ia (Allah) istawla (menguasai) 'Arsy-Nya tidak istawaa!". Maka mereka telah mengganti perkataan yang tidak pernah dikatakan (Allah) kepada mereka seperti perbuatan Yahudi tatkala mereka diperintah mengucapkan : "Hith-thatun (ampunkanlah dosa-dosa kami)" Tetapi mereka mengucapkan : "Hinthah (gandum).?". Mereka (kaum Yahudi) telah menyalahi perintah Allah yang Maha Besar dan Maha tinggi, begitu pula dengan (kaum) Jahmiyyah".

(At-Tauhid, hal 101)

"Bukankah Ia telah memberitahukan kepada kita -wahai orang yang berakal, sesungguhnya Ia di atas langit" (At-Tauhid, hal 115)

Berkata Imam Ibnu Khuzaimah di kitabnya tersebut : "Tidakkah kalian mendengar wahai penuntut ilmu. Firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala kepada Isa bin Maryam, "Wahai Isa ! Sesungguhnya Aku akan mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku" (Ali Imran : 55)
Ibnu Khuzaimah menerangkan : Bukankah "mengangkat" sesuatu itu dari bawah ke atas (ke tempat yang tinggi) tidak dari atas ke bawah. Dan firman Allah 'Azza wa Jalla, "Tetapi Allah telah mengangkat dia (yakni Nabi Isa) kepada-Nya" (An-Nisa' : 158).

Imam Malik: Alangkah bagusnya jawaban Imam Malik ketika beliau ditanya :
"Bagaimana caranya Allah istiwaa di atas 'Arsy ?. Beliau menjawab :
"Istiwaa itu bukanlah sesuatu yang tidak dikenal (yakni telah kita ketahui artinya), tetapi bagaimana caranya (Allah istiwaa) tidaklah dapat dimengerti, sedang iman dengannya (bahwa Allah istiwaa) wajib, tetapi bertanya tentangnya (bagaimana caranya) adalah bid'ah".
(baca : Fatwa Hamawiyyah Kubra hal : 45-46)

Dalam menafsirkan ayat Al-Qur'an yang disebut di atas:
Imam Ibnu Khuzaimah di kitabnya "At-Tauhid" (hal : 114-115) diantara keterangannya : "Perkataan Fir'aun (sesungguhnya aku menyangka/mengira ia termasuk dari orang-orang yang berdusta) terdapat dalil bahwa Musa telah memberitahukan kepada Fir'aun :" Bahwa Tuhannya Yang Maha Besar dan Maha Tinggi berada di tempat yang tinggi dan di atas".
Berkata Imam Al-Asy'ary setelah membawakan ayat di atas, "Fir'aun telah mendustakan Musa tentang perkataannya; Sesungguhnya Allah di atas langit" (Al-Ibanah : 48).

Berkata Imam Ad-Daarimi di kitabnya "Raddu 'Alal Jahmiyyah hal : 37 Setelah membawakan ayat di atas : " Di dalam ayat ini terdapat keterangan yang sangat jelas dan dalil yang nyata, bahwa Musa telah mengajak Fir'aun mengenal Allah bahwa Ia berada di atas langit. Oleh karena itu Fir'aun memerintahkan membuat bangunan yang tinggi".

Berkata Syaikhul Islam Al-Imam As-Shaabuny di kitabnya "Itiqad Ahlus Sunnah wa Ashabul Hadits wal A'imah " (hal : 15) : "Bahwasanya Fir'aun mengatakan demikian (yakni menuduh Musa berdusta) karena ia telah mendengar Musa AS menerangkan bahwa Tuhannya berada di atas langit. Tidakkah engkau perhatikan perkataannya : "Sesungguhnya aku mengira dia itu berdusta" yakni tentang perkataan Musa : Sesungguhnya di atas langit ada Tuhan".(ertinya, kata2 musa itu memang benar, yakni Allah berada di atas langit)

Imam Abu Abdillah Haarits bin Ismail Al-Muhaasiby diantara keterangannya : "Berkata Fir'aun : (Sesungguhnya aku mengira dia itu berdusta) tentang apa yang ia (Musa) katakan kepadaku : Sesungguhnya Tuhannya berada di atas langit". Kemudian beliau menerangkan : "Kalau sekiranya Musa mengatakan : "Sesungguhnya Allah berada di tiap-tiap tempat dengan Dzatnya, nisacaya Fir'aun akan mencari di rumahnya, atau di hadapannya atau ia merasakannya, -Maha Tinggi Allah dari yang demikian- tentu Fir'aun tidak akan menyusahkan dirinya membuat bangunan yang tinggi". (Fatwa Hamawiyyah Kubra : 73).

Berkata Imam Ibnu Abdil Bar : "Maka (ayat ini) menunjukan sesungguhnya Musa mengatakan (kepada Fir'aun) : "Tuhanku di atas langit ! sedangkan Fir'aun menuduhnya berdusta". (baca Ijtimaaul Juyusy Al-Islamiyyah hal : 80).

Berkata Imam Al-Waasithi di kitabnya "An-Nahihah fi Shifatir Rabbi Jalla wa 'Alaa" (hal : 23 cetakan ke-3 th 1982 Maktab Al-Islamy) : "Dan ini menunjukkan bahwa Musa telah mengabarkan kepadanya bahwa Tuhannya yang Maha Tinggi berada di atas langit. Oleh karena itu Fir'aun berkata : "Sesungguhnya aku mengira dia ini berdusta".

kata Imam Mazhab:
Imam Abu Hanifah berkata :
"Barangsiapa yang mengingkari sesungguhnya Allah berada di atas langit, maka sesungguhnya ia telah kafir".

Adapun terhadap orang yang tawaqquf (diam) dengan mengatakan "aku tidak tahu apakah Tuhanku di langit atau di bumi". Berkata Imam Abu Hanifah : "Sesungguhnya dia telah 'Kafir !".
Karena Allah telah berfirman : "Ar-Rahman di atas 'Arsy Ia istiwaa". Yakni : Abu Hanifah telah mengkafirkan orang yang mengingkari atau tidak tahu bahwa Allah istiwaa diatas 'Arsy-Nya.

Imam Malik bin Anas telah berkata :
"Allah berada di atas langit, sedangkan ilmunya di tiap-tiap tempat, tidak tersembunyi sesuatupun dari-Nya".
Imam Asy-Syafi'iy telah berkata :
Artinya :
"Dan sesungguhnya Allah di atas 'Arsy-Nya di atas langit-Nya"
Imam Ahmad bin Hambal pernah di tanya, "Allah di atas tujuh langit diatas 'Arsy-Nya, sedangkan kekuasaan-Nya dan ilmu-Nya berada di tiap-tiap tempat.?

Jawab Imam Ahmad, "Benar ! Allah di atas 'Arsy-Nya dan tidak sesuatupun yang tersembunyi dari pengetahuan-nya" ..."

mohon komen ustaz(terutamanya perkataan yg saya boldkan tu) secepat mgkin agar hilang kekusutan saya.diharapkan, ustaz dpt menjawab dg ilmu aqidah yg ustaz sendiri perolehi dr al-azhar, bukan diambil dr ustaz2 lain. ustaz2 lain sy dh dgr dah. tq.
refah00 said…
Harap maaf kepada tuan https://www.blogger.com/profile/12044185671961398080 (jalan) yang bertanya.....saya x perasan ada soalan ditujukan.Saya bukan ahli dalam bidang ni tapi akan cuba menjawab berdasarkan ilmu yang saya belajar daripada para masyaikh al-Azhar in sya Allah.

Kata Syeikh Ibrahim al-Laqqani (wafat tahun 1041 H) dalam kitab Jauharah yang maksudnya lebih kurang: "Dan setiap nas yang memberi waham (keliru) dengan tasybih (serupa Allah dengan makhluq) *** Takwilkannya serahkan maksudnya kepada Allah dan sucikanNya dari suatu yang tak layak denganNya".

Mazhab Khalaf dalam ayat dqan hadis sifat ialah Takwil Tafsili dengan menerangkan makna yang dikehendaki dalam ayat.Khalaf ialah ulama selepas 500H dan ada yang mengatakan selepas kurun ketiga.

Mazhab salaf juga melakukan takwil iaitu takwil ijmali, yakni mengatakan lafaz tersebut tak boleh difahami secara zahir.Selepas takwil ini mereka menyerahkan maksud nas mutasyabihat yang sebenar kepada Allah Taala.

Jalan Khalaf "a'lam wa ahkam" dan lebih rajih untuk kita yang tak reti Arab ni.Jalan salaf "aslam" kerana selamat jalan mereka daripada menentukan makna yang mungkin tidak dikehendaki oleh Allah Taala.

Jadi di sini sepakat ulama salaf dan khalaf atas takwil ijmali kerana mereka memalingkan nas mutasyabihat daripada makna zohir yang mustahil atas Allah Taala.Akan tetapi mereka berbeza pendapat selepas itu dalam menentukan makna nas tersebut berdasarkan kepada perbezaan tafsiran ayat ketujuh surah Aali Imran.

Itu saja sekadar ilmu saya.Harap dapat rujuk ulama Tauhid seperti TG Hj Salleh dan Baba Ismail Sepanjang.wallahu a'lam bis sowab.

Popular posts from this blog

Biografi Ringkas Imam an-Nawawi رحمه الله

Makrifah Tauhid Bagi Jazam

Aurat Lelaki Ketika Solat