Tawassul

Pengertian Tawassul

Pemahaman tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini adalah bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT.

1) Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintainya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut.

2) Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah boleh memberi manfaat dan mudarat kepadanya. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang di jadikan perantaraan menuju Allah SWT itu boleh memberi manfaat dan mudarat, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang boleh memberi manfaat dan mudarat sesungguhnya hanyalah Allah semata.

3) Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa. Banyak sekali cara untuk berdoa agar di kabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan mendahuluinya dengan bacaan Alhamdulillah dan selawat dan meminta doa kepada orang soleh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar doa yang kita panjatkan di terima dan di kabulkan Allah s.w.t.

Dengan demikian, tawasul adalah Alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan.

Tawassul dengan amal soleh kita

Para ulama sepakat memperbolehkan
tawassul terhadap Allah SWT dengan perantaraan perbuatan amal soleh, sebagaimana orang yang solat, puasa, membaca al-Quran, kemudian mereka bertawassul terhadap amalannya tadi.

Seperti hadis yang sangat popular di riwayatkan dalam kitab-kitab sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua:

1) Bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya.

2) Bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.

3) Bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga..

(Ibnu Taimiyah mengupas masalah ini secara mendetail dalam kitabnya Qoidah Jalilah Fii Attawasul Wal wasilah hal 160)

Tawassul dengan orang soleh

Adapun yang menjadi perbezaan dikalangan ulama adalah bagaimana hukumnya tawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap soleh dan mempunyai martabat dan derajat tinggi di depan Allah. sebagaimana ketika seseorang mengatakan : ya Allah aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad atau Abu bakar atau Umar dll.

Para ulama berbeza pendapat mengenai masalah ini.Pendapat majoriti ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh.

Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbezaan tersebut hanyalah sebatas perbezaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (pribadi seseorang), pada intinya adalah tawassul pada amal perbuatannnya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama.

Dalil-Dalil Tentang Tawassul

Dalam setiap permasalahan apa pun suatu pendapat tanpa di dukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Dan secara automatik pendapat tersebut tidak mempunyai nilai yang berarti, demikian juga dengan permasalahan ini, maka para ulama yang mengatakan bahwa tawassul diperbolehkan menjelaskan dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik dari nas Al-Qur’an maupun hadis, sebagai berikut:

Dalil dari Al quran.

1) Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, ayat 35 :

ياأيها الذين آمنوااتقواالله وابتغوا إليه الوسيلة
Maksudnya :

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

Suat Al-Isra, Ayat 57 :


ولَـئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُوراً

57. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka [857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. [857] Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Lafadl Alwasilah dalam ayat ini adalah umum, yang berarti mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, ataupun tawassul terhadap amal perbuatan yang baik.

2) asilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak zaman ebelum Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi dan Rasul, yakni N. Ya'qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan ampunan untuk putera-puteranya (QS 12:98 ).

قَالُواْ يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ. قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّيَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Mereka berkata:

Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).

Nabi yakob kata: Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Di sini nampak jelas bahwa sudah sangat lumrah memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara orang yang mulia kedudukannya di sisi Allah SWT. Bahkan QS 17:57 dengan jelas mengistilahkan "ayyuhum aqrabu", yakni memilih orang yang lebih dekat (kepada Allah SWT) ketika berwasilah.

3)umat Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka. Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan N. Musa AS (sebagai Nabi dan Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan QS 7:134 dengan istilah مَا عَهِدَ عِندَكَ dgan (perantaraan) sesuatu yang diketahui Allah ada pada sisimu (kenabian).

Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37

فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيم

Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."Kalimat yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.


4)Bertawassul ini juga diajarkan oleh Allah SWT di QS 4:64 bahkan dengan janji taubat mereka pasti akan diterima. Syaratnya, yakni mereka harus datang ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah SWT di hadapan Rasulullah SAW yang juga mendoakannya.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا

Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Dalil dari hadis

Tawassul kepada nabi Muhammad SAW sebelum lahir

Sebagaimana nabi Adam AS pernah melakukan tawassul kepada nabi Muhammad SAW. Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا ربى ! إنى أسألك بحق محمد لما غفرتنى فقال الله : يا آدم كيف عرفت محمدا ولم أخلقه قال : يا ربى لأنك لما خلقتنى بيدك ونفخت فيّ من روحك رفعت رأسى فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لاإله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى إسمك إلا أحب الخلق إليك فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي، ادعنى بحقه فقد غفرت لك، ولولا محمد ما خلقتك (أخرجه الحاكم فى المستدرك وصححه ج : 2 ص: 615)

Rasulullah s.a.w. bersabda:"Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku.

Lalu Allah berfirman:

Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?

Adam menjawab:

Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah" maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai". Allah menjawab:"Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu

Imam Hakim berkata bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanadnya. Demikian juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarkhu Almawahib Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khosois Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih.

Dan dalam riwayat lain, Imam Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan redaksi :


فلولا محمد ما خلقت آدم ولا الجنة ولا النار (أخرجه الحاكم فى المستدرك ج: 2 وص:615)


Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih segi sanad, demikian juga Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan Syekh Ibnu Jauzi memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.

Walaupun dalam menghukumi hadis ini tidak ada kesamaan dalam pandangan ulama’, hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam jarkh wattta’dil (penilaian kuat dan tidak) terhadap seorang rowi, akan tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa tawassul terhadap Nabi Muhammad SAW adalah boleh.

Tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam masa hidupnya.

Diriwatyatkan oleh Imam Hakim :


عن عثمان بن حنيف قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وجاءه رجل ضرير
فشكا إليه ذهاب بصره، فقال : يا رسول الله ! ليس لى قائد وقد شق علي فقال رسول الله عليه وسلم : :ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إنى أسألك وأتوجه إليك لنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى لى عن بصرى، اللهم شفعه فيّ وشفعنى فى نفسى، قال عثمان : فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا الحديث حتى دخل الرجل وكأنه لم يكن به ضر. (أخرجه الحاكم فى المستدرك)


Dari Utsman bin Hunaif: "Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang kepada Rasulullah s.a.w. berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat" Rasulullah berkata"Ambillah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan sholat dua rakaat, dan berkata:"bacalah doa (artinya)" Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui nabiMu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat". Utsman berkata:"Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar". (Hadist riwayat Hakim di Mustadrak)

Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanad walaupun Imam Bukhori dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi mengatakatan bahwa hadis ini adalah shohih, demikian juga Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa’wat mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan shohih ghorib. Dan Imam Mundziri dalam kitabnya Targhib Wat-Tarhib 1/438, mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah dan Imam Khuzaimah dalam kitab shohihnya.

Tawassul kepada nabi Muhammad SAW setelah meninggal.

Diriwayatkan oleh Imam Addarimi :

عن أبى الجوزاء أ وس بن عبد الله قال : قحط أهل المدينة قحطا شديدا فشكوا إلى عائشة فقالت : انظروا قبر النبي فاجعلوا منه كوا إلى السماء حتى لا يكون بينه وبين السماء سقف قال : ففعلوا فمطروا مطرا حتى نبت العشب وسمنت الإبل حتى تفتقط من السحم فسمي عام الفتق ( أخرجه الإمام الدارمى ج : 1 ص : 43)

Dari Aus bin Abdullah: "Sautu hari kota Madina mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madina ke Aisyah (janda Rasulullah s.a.w.) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: "Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung", maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk" (Riwayat Imam Darimi)

Diriwayatkan oleh Imam Bukhori :

عن أنس بن مالك إن عمر بن خطاب كان إذا قطحوا استسقى بالعباس بن عبد المطلب فقال : اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا ننتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا قال : فيسقون (أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137 )

Riwayat Bukhari: dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata:"Ya Tuhanku sesungguhkan kami bertawassul (berperantara) kepadamu melalui nabi kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawassul dengan paman nabi kami maka turunkanlau hujan kepada, lalu turunlah hujan.

Nabi Muhammad SAW melakukan tawassul .

عن أبى سعيد الحذري قال : رسول الله صلى الله عليه وسلم : من خرج من بيته إلى الصلاة، فقال : اللهم إنى أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاى هذا فإنى لم أخرج شرا ولا بطرا ولا رياءا ولا سمعة، خرجت إتقاء شخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تعيذنى من النار، وأن تغفر لى ذنوبى، إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، أقبل الله بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك (أخرجه بن ماجه وأحمد وبن حزيمة وأبو نعيم وبن سنى).


Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari ridlaMu, maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu", maka Allah akan menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya". (Riwayat Ibnu Majad dll.).

Imam Mundziri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dengan sanad yang ma'qool, akan tetap Alhafidz Abu Hasan mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan.( Targhib Wattarhib 2/ 119).


Alhafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Na’im dan Ibnu Sunni.(Nataaij Alafkar 1/272).

Imam Al I’roqi dalam mentakhrij hadis ini dikitab Ikhya’ Ulumiddin mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan, (1/323).
Imam Bushoiri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan hadis ini shohih, (Mishbah Alzujajah 1/9.

Pandangan Para Ulama’ Tentang Tawassul

Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan tawassul telah dikaji para ulama, ada baiknya kita tengok pendapat para ulama terdahulu. Kadang sebagian orang masih kurang puas, jika hanya menghadirkan dalil-dalil tanpa disertai oleh pendapat ulama’, walaupun sebetulnya dengan dalil saja tanpa harus menyartakan pendapat ulama’ sudah bisa dijadikan landasan bagi orang meyakininya. Namun untuk lebih memperkuat pendapat tersebut, maka tidak ada salahnya jika disini dipaparkan pandangan ulama’ mengenai hal tersebut.

Pandangan Ulama Madzhab

Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:"Kalau aku berziarah ke kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab:"Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu syafaat". (Al-Syifa' karangan Qadli 'Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32).

Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :"Syafii ibarat matahagi bagi manusia dan ibarat sehat bagi badan kita"

(شواهد الحق ليوسف بن إسماعيل النبهانى ص:166)


Demikian juga perkataan imam syafi’i dalam salah satu syairnya:

آل النبى ذريعتى # وهم إليه وسيلتى
أرجو بهم أعطى غدا # بيدى اليمن صحيفتى
(العواصق المحرقة لأحمد بن حجر المكى ص:180)

"Keluarga nabi adalah familiku, Mereka perantaraku kepadanya (Muhammad), aku berharap melalui mereka, agar aku menerima buku perhitunganku di hari kiamat nanti dengan tangan kananku"

Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky

Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul, salafussholeh, para ulama,’ serta kalangan umum umat islam dan tidak ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang ulama’ yang mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom hal 160)

Pandangan Ibnu Taimiyah

Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :

أن النبي علم شخصا أن يقول : اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى حاجتى ليقضيها فشفعه فيّ (أخرجه الترميذى وصححه).


Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa:

artinya:

Y Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya'faat". Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276)

Pandangan Imam Syaukani

Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain ( orang sholeh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para shohabat.

Pandangan Muhammad Bin Abdul Wahab.

Beliau melihat bahwa tawassul adalah sesuatu yang makruh menurut jumhur ulama’ dan tidak sampai menuju pada tingkatan haram ataupun bidah bahkan musyrik. Dalam surat yang dikirimkan oleh Syekh Abdul Wahab kepada warga qushim bahwa beliau menghukumi kafir terhadap orang yang bertawassul kepada orang-orang sholeh., dan menghukumi kafir terhadap AlBushoiri atas perkataannya YA AKROMAL KHOLQI dan membakar dalailul khoirot.

Maka beliau membantah : Maha suci Engkau, ini adalah kebohongan besar. Dan ini diperkuat dengan surat beliau yang dikirimkan kepada warga majma’ah ( surat pertama dan kelima belas dari kumpulan surat-surat syekh Abdul Wahab hal 12 dan 64, atau kumpulan fatwa syekh Abdul Wahab yang diterbitkan oleh Universitas Muhammad Bin Suud Riyad bagian ketiga hal 6

Dalil-dalil yang melarang tawassul
Dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat yang melarang tawassul adalah sebagai berikut:

Surah umar, ayat 2 :

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.

Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah, dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang dianggapnya sebuah perantara kepada Allah.
Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat dibenci Allah.

Surah al-Baqarah, ayat 186 :

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

186.

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah maha dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita dan Allah.

Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah melalui tawassul.

Surah jin,ayat 18:

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.

Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan dan mendampingkan siapapun selain Allah.
Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah, hanya saja melalui perantara.

Dan akan di utarakan pula pandangan dari kitab karangan s.h jalaludin Naqshbandi

HUKUM-HUKUM YANG TAKLUK DENGAN WASILAH ATAU TAWASUL

Sewaktu nabi kita mikraj ke langit hendak bertemu dengan Rabbil Alamin, baginda berwasilah kepada malaikat Jibril a.s , maka setelah sampai Nabi Muhammad saw pada sidratul muntaha, malaikat Jibril di tinggalkan di situ kerana Nabi Muhammad saw hendak masuk dalam laut makrifatullah, musyahadah akan Allah yang bersifat LAISA KAMISHLIHI SYAIUN maka untuk memperdekat faham apa erti wasilah, perhatikanlah firman Allah :

Ertinya :

Tuntutlah olehmu kepadanya akan wasilah (surah Al Maidah ayat 35)

Kalau Nabi saw berwasilah dengan malaikat Jibril waktu mikraj, maka apakah salahnya jika kita berwasilah kepada guru atau kepada pengajaran guru di waktu beribadat kepada Allah.

Ketahuilah tahkiknya makna wasilah itu ialah JALAN yang menyampaikan kita kepada Allah.Adapun hakikat wasilah pada sisi ahli Tareqat Naqshbandiah khususnya ialah TABARUK atau mengambil BERKAT sebagaimana yang di kerjakan oleh murid-murid tareqat sebelum zikrullah begini :

Ya Allah, meminta aku kepada engkau dengan berkat Rasulullah dan berkat guruku, berilah makrifah aku kepada engkau dan kasih hati aku kepada engkau.

Wasilah yang di amalkan oleh orang-orang tareqat Naqshabandi adalah beralasan dengan doa saidina Umar Ibni Khatab iaitu :

Dari Anas r.a :

Ertinya :

Dari Anas, bahawasanya Umar Ibni Khatab adalah ketika musim kemarau meminta hujan dengan berkat Abbas bin mutallib dan doanya begini :

Hai Tuhanku,kami dahulu meminta dengan berkat Nabi engkau, sekarang kami tawassul dengan bapa kecil Nabi kami, maka hujanilah kami.

*Lihat Sahih Bukhari halaman 321 dan Sabilul As salam jilid ke 2 halaman 431 dan Nil Autar jilid ke 4 halaman 6*


Ketika itu hujanlah.Nyatalah dalam hadis ini bahawa Umar Ibnu Khatab ketika berdoa kepada Allah memakai wasilah dengan Nabi dan setelah Nabi wafat maka beliau memakai wasilah dengan Abbas bin Abdul Mutalib.Terang juga dalam hadis itu bahawa tawasul itu tidak tertentu dengan Nabi sahaja malahan boleh pula dengan sahabat-sahabat Nabi, wali-wali dan ulama-ulama.

Sabda Nabi Muhammad saw ertinya :

Dan bahawasanya ulama-ulama (Ahlul Ilmu) itu pewaris nabi-nabi.

Dan jelas pula dalam hadis itu bahawasanya saidina Umar meminta hujan kepada Allah juga sedang Nabi atau Abbas hanya di ambil untuk wasilah saja, sebab orang itu yang lebih dekat kepada Allah daripada kita.Boleh jadi tuan-tuan pembaca mengatakan bahwa berwasilah seperti tersebut tadi berlawan dengan firman Allah :

Ertinya :

Kepada Allah saja kami menyembah dan kepada Allah saja kami meminta pertolongan.

Dan berlawanan pula dengan sabda Nabi Muhammad saw :

Ertinya :

Sesungguhnya tiada meminta tolong dengan aku hanya sebenarnya dia meminta dengan Allah.

Dan lagi sabda Nabi Muhammad saw ertinya:

Apabila berkehendak engkau akan meminta apa-apa maka mintalah kepada Allah Taala.Dan apabila meminta tolong engkau oleh kerana apa-apa, maka minta tolonglah kepada Allah Taala saja.

Maka ayat dan kedua hadis ini, ialah ditanggungkan atas hakikat pekerjaan sahaja sedangkan berwasilah pada hadis tadi bahwa mereka itu berwasilah kepada Nabi atau kepada sahabat-sahabat dan tempa meminta dan yang akan memperkenankan doa ialah Allah semata-mata.

100% (bulat-bulat) yang memperkenankan doa ialah Allah sendiri.Maka wajib atas kita beriktikad bahwa pertolongan Allah itu datangnya daripada Allah pada hakikat pekerjaan.Bertepatan adanya macamnya dan masanya sebagaimana yang sudah di tentukan Allah Taala pada azali.

Dan membangsakan pertolongan itu kepada lain Allah ialah atas jalan mujazi ertinya zahir syariat saja.

Umpamanya kita pulang kita pukul 12 malam lalu kita ketuk pintu, kita panggil isteri kita menyuruh-nyuruh membukakan pintu.Maka kita meminta kepada isteri itu meminta majazi dan hakikat pekerjaan Allah Taala juga yang menolong.Begitu pula waktu berdoa dengan berwasilah kepada nabi-nabi atau sahabat-sahabat nabi atau orang-orang soleh dan jelaslah bahwa saidina Umar meminta kepada Allah.Hanya wasilah itu adalah satu amal soleh untuk melekaskan agar supaya doa kita di terima Allah dan kikta memang di suruh bertolong-tolongan, firman Allah ertinya :

Tolong bertolonglah kamu sekelian atas pekerjaan yang baik dan bertaqwa kepada Allah Taala (surah Al Maidah ayat 2)

Dan lagi firman Allah ertinya :

Jika meminta tolong mereka itu akan kamu pada pekerjaan yang berhubung dengan agama, maka wajiblah kamu menolong mereka itu. (surah Al Anfal ayat 72)

Maka kedua-duanya ayat ini menyuruh kita semuanya bertolong-tolongan sesama saudara kita yang muslim.

Maka jelaslah bahawa bertolong-tolonagan menurut kehendak kedua ayat itu ialah bertolong-tolongan atas majazi.Ertinya bertolong-tolongan atas zahir syariat sahaja dan tiap-tiap orang yang hendak berwasilah tentulah mengerti dan faham makna wahdaniah iaiatu tiga macam :

1)Tiada berbilang-bilang zat Allah
2) Tiada berbilang-bilang sifat Allah Taala
3) Tiada perbuatan makhluk suatu juga yang memberi bekas pada hakikat perkerjaan.

Dan barangsiapa di antara kita beriktikad bahawa ada perbuatan makhluk memberi bekas pada hakikat, maka orang itu telah kafir musyrik dan kalau ia mati sebelum taubat maka ianya masuk neraka jahannam.Maka adalah orang yang bertawasul atau berwasilah serta faham dianya erti wahdaniah, tidaklah menjadi musyrik atau kafir.

Sesungguhnya yang di katakan tawasul iaitu berdoa kepada Allah dengan memakai perantaraan nabi-nabi atau wali-wali atau orang -orang soleh.

Di sana juga terdapat riwayat-riwayat lain yang banyak sekali, yang tidak akan kita sebutkan, demi ringkasnya pembahasan. Untuk lebih memperdalam, silakan merujuk kepada hadis bertawassulnya Adam kepada Rasulullah saw. Sebagaimana yang terdapat di dalam kitab Mustadrak al-Hakim, jilid 2, halaman 15; kitab ad-Durr al-Mantsur, jilid 1, halaman 59; dengan menukil dari Thabrani, Abu Na'im al-Ishfahani. Demikian juga hadis tentang bertawassulnya Rasulullah dengan hak-hak para nabi sebelumnya. Sebagaimana juga Thabrani meriwayatkannya di dalam kitabnya al-Kabir dan al-Awsath. Begitu juga Ibnu Hibban dan al-Hakim, mereka berdua mensahihkannya.

Selanjutnya, hadis bertawassul kepada orang-orang yang memohon, yang terdapat di dalam sahih Ibnu Majjah, jilid 1, halaman 261, bab al-Masajid; dan begitu juga di dalam musnad Ahmad, jilid 3, halaman 21. Demikian juga dengan riwayat-riwayat yang lain

Di samping itu, sesuatu yang menunjukkan diperbolehkannya tawassul ialah, ijmak kaum Muslimin, dan begitu juga sejarah hidup orang-orang yang sezaman dengan Rasulullah saw. Kaum Muslimin, sejak dahulu hingga sekarang, mereka bertawassul kepada para nabi dan orang-orang soleh. Tidak ada seorang ulama pun yang memprotes dan mengharamkan perbuatan tawassul.

Dan di tambah lagi :

Bertawassul Dengan Peribadi Nabi

Bertawassul dengan peribadi Nabi Shallallahu alaihi wasallam telah banyak diriwayatkan di dalam hadis-hadis Baginda, di antaranya disebut dalam kitab Al-Majma‘ Az-Zawaid (9/414-415), riwayat daripada Anas bin Malik, bahawa Fatimah binti Asad bin Hasyim iaitu ibunda kepada Ali bin Abi Talib Radhiallahu ànhu telah meninggal dunia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke tempatnya lalu duduk di sisi kepalanya dan bersabda:

Maksudnya:

Semoga Allah merahmatimu, wahai ibu setelah ibuku. Engkau berlapar tetapi engkau berikan aku kenyang, engkau kurang pakaian, tetapi engkau mencukupkan pakaianku, dan engkau tidak memakai wangi-wangian, tetapi engkau memberikan aku makanan. Kesemua ini engkau lakukan semata-mata kerana mencari keredaan Allah dan balasan akhirat.

Kemudian Baginda menyuruh memandikannya tiga kali. Manakala hendak memandikannya dengan air yang bercampur dengan kapur (pewangi), maka Baginda sendiri menuangkan airnya dengan tangan Baginda. Kemudian Baginda menanggalkan baju luar Baginda dan memakaikannya kepada Ibu Ali dan mengkafannya dengan kain lain di atasnya. Kemudian Baginda memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub dan Umar bin Al-Khattab serta seorang budak hitam untuk menggali tanah bagi makamnya. Ketika mereka menggali sampai pada batas lahadnya, Rasulullah pun turut menggalinya, dan Baginda mengeluarkan tanah dengan tangannya sendiri, lalu Baginda berbaring padanya dan berdoa:

Allah yang menghidup dan mematikan, dan Dia sendiri hidup tiada akan mati. Ya Allah, ampunilah ibuku, Fatimah binti Asad, ajarkan hujahnya dan luaskanlah tempatnya demi hak NabiMu dan Nabi-nabi sebelum aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengasihani dari segala yang pengasih. Baginda pun bertakbir empat kali dan mereka (iaitu) Baginda sendiri, Al-Abbas dan Abu Bakar, memasukkan mayat itu.

(Hadis riwayat At-Thabarani – dalam Kitab Al-Kabir & Al-Awsath)

(Al-Haitsami, Majma‘ az-Zawid: 9:414-415)

Dalam hadis yang lain, At-Thabrani dalam Mu’jam ash-Shaghir, al-Hakim, Abu Nu’aim dan al-Baihaqi dalam ad-Dalail, Ibnu ‘Asakir dalam Tarikhnya, dan As-Suyuthi dalam Ad-Durr Mantsur daripada ‘Umar bin Al-Khattab, menukil bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Maksudnya:

Ketika Adam melakukan dosa, dia mengangkat kepalanya ke arah langit dan berkata: (Wahai Tuhan), aku memohon kepadaMu dengan hak Muhammad agar Engkau mengampuniku.

Allah mewahyukan kepadanya:

Siapakah Muhammad ? Adam menjawab:

Ketika Engkau menciptakan aku, aku mengangkat kepalaku ke arah arasyMu, dan aku melihat di sana tertulis:

Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Aku pun berkata kepada diriku, bahawa tiada seorang pun yang lebih agung daripada seorang yang namanya Engkau tuliskan di samping namaMu. Ketika itu Allah mewahyukan kepadanya:

Dialah Nabi yang terakhir dari keturunanmu, dan jika tidak kerana dia, nescaya Aku tak akan menciptakanmu.

(As-suyuti, ad-Durr, al-mantsur fi Tafsir al-ma‘tsur, 1:42)

Bolehkah Bertawassul Dengan Selain Daripada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ?

Bertawassul selain daripada Nabi Shallallahu alaihi wasallam tidak dihalang oleh Islam berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam sahihnya, daripada Umar bin al-Khattab Radhiallahu anhu katanya:

Maksudnya:

Bahawasanya aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Sesungguhnya orang yang paling baik daripada kalangan Tabi‘in ialah seorang lelaki dipanggil Uwais, dia mempunyai seorang ibu, dan dengannya ada tanda keputihan (sopak), maka kamu suruhlah dia (Uwais itu) untuk memintakan ampun bagi kamu.

(Hadis riwayat Muslim)

Di dalam riwayat lain pula menyebutkan:

Maksudnya:

Dia mempunyai seorang ibu yang dia (Uwais) berbuat baik kepadanya, jika dia bersumpah (memohon) kepada Allah, nescaya Allah akan memakbulkannya. Oleh kerana itu jika engkau berupaya (mendapatkan Uwais) untuk memohonkan ampun bagimu, maka lakukanlah.

Sayyidina Umar Radhiallahu anh telah meminta Uwais mendoakannya supaya beliau diampunkan. Ini adalah dalil menunjukkan, bahawa bertawassul dengan doa orang-orang Islam itu adalah sesuatu yang harus yang diharuskan oleh syara‘, sekalipun sekiranya orang yang berdoa itu lebih rendah kedudukannya daripada orang yang didoakan.

Selain itu juga berlaku tawassul dengan hamba-hamba Allah dan malaikat yang tidak dilihat di dalam keadaan-keadaan tertentu sebagaimana hadis berikut ini:

Daripada Utbah bin Ghazwan daripada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Maksudnya:

Apabila seorang daripada kamu kehilangan sesuatu atau memerlukan pertolongan sedangkan dia berada di suatu tempat yang tiada orang dapat menolongnya, maka hendaklah dia berseru:

Wahai hamba-hamba Allah, kamu tolonglah aku,sesungguhnya bagi Allah itu ialah hamba-hamba yang kita tidak nampak. Dan perkara ini telah dicuba.

(Hadis riwayat At-Thabrani)

Daripada Ibnu Abbas, bahawasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Maksudnya:

Sesungguhnya bagi Allah itu ialah malaikat-malaikat di bumi selain Malaikat Hafazah, mereka itu bertugas menulis setiap helai daun pokok yang jatuh, maka apabila salah seorang daripada kamu sesat di bumi yang lapang (sahara) maka hendaklah dia berseru: Kamu tolonglah aku wahai hamba-hamba Allah.

(Hadis riwayat At-Thabrani)

Terdapat sebuah hadis, bahawa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam berdoa selepas Baginda itu menunaikan dua rakaat sunat fajar:

Maksudnya: Ya Allah, Ya Tuhan (yang menciptakan) Jibril, Israfil, Mikail dan Muhammad Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, aku berlindung kepadaMu dari seksa neraka.

Berkata An-Nawawi dalam kitab Al-Azkar:

Hadis ini riwayat Ibnu As-Sunni. Dan berkata Al-Hafiz selepas mentakhrijkannya, ia adalah hadis hasan. (Syarah Al-Azkar karangan Ibnu Allan juz 2 m/s 139)

Adapun disebut secara khusus mereka itu (Jibril, Israfil, Mikail dan Nabi Muhammad) ialah dalam makna bertawassul dengan mereka. Seolah-olah dia berkata:

Ya Allah, aku bermohon kepadaMu dan aku bertawassul kepadaMu dengan Malaikat Jibril, Israfil, Mikail dan Muhammad Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku berlindung kepadaMu daripada seksa neraka.

Berdasarkan kepada ayat-ayat Al-Qur‘an, hadis dan amalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, serta amalan para sahabat sebagaimana yang telah dihuraikan di atas, maka tawassul itu adalah suatu yang memang wujud. Walau bagaimanapun hendaklah kita beriktiqad bahawa pengantara itu bukanlah ia yang memberi manfaat atau mudarat, kerana jika berkeyakinan bahawa pengantara itu boleh memberi manfaat atau mudarat; maka keyakinan sedemikian itu adalah salah kerana menyamai seperti Allah dan iktiqad tersebut boleh membawa kepada syirik (menyekutukan Allah).

Wallahualam

Selesai sudah pada menyatakan fasal TAWASUL.

Semuga tuan/puan/saudara/saudari mendapat buahnya dan faham apa itu tawasul yang sebenarnya.

Kesimpulan

Tawassul dengan perbuatan dan amal sholeh kita yang baik diperbolehkan menurut kesepakatan ulama’. Demikian juga tawassul kepada Rasulullah s.a.w. juga diperboleh sesuai dalil-dalil di atas. Tidak diragukan lagi bahwa nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan yang mulia disisi Allah SWT, maka tidak ada salahnya jika kita bertawassul terhadap kekasih Allah SWT yang paling dicintai, dan begitu juga dengan orang-orang yang sholeh.

Selama ini para ulama yang memperbolehkan tawassul dan melakukannya tidak ada yang berkeyakinan sedikitpun bahwa mereka (yang dijadikan sebagai perantara) adalah yang yang mengabulkan permintaan ataupun yang memberi madlorot. Mereka berkeyakinan bahwa hanya Allah lah yang berhak memberi dan menolak doa hambaNya. Lagi pula berdasarkan hadis-hadis yang telah dipaparkan diatas menunjukakn bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan suatu yang baru dikalangan umat islam dan sudah dilakukan para ulama terdahulu. Jadi jikalau ada umat islam yang melakukan tawassul sebaiknya kita hormati mereka karena mereka tentu mempunyai dalil dan landasan yang cukup kuat dari Quran dan hadist.

Tawassul adalah masalah khilafiyah di antara para ulama Islam, ada yang memperbolehkan dan ada yang melarangnya, ada yang menganggapnya sunnah dan ada juga yang menganggapnya makruh. Kita umat Islam harus saling menghormati dalam masalah khilafiyah dan jangan sampai saling bermusuhan. Dalam menyikapi masalah tawassul kita juga jangan mudah terjebak oleh isu bid'ah yang telah mencabik-cabik persatuan dan ukhuwah kita. Kita jangan dengan mudah menuduh umat Islam yang bertawassul telah melakukan bid'ah dan sesat, apalagi sampai menganggap mereka menyekutukan Allah, karena mereka mempunyai landasan dan dalil yang kuat. Tidak hanya dalam masalah tawassul, sebelum kita mengangkat isu bid'ah pada permasalahan yang sifatnya khilafiyah, sebaiknya kita membaca dan meneliti secara baik dan komprehensif masalah tersebut sehingga kita tidak mudah terjebak oleh hembusan teologi permusuhan yang sekarang sedang gencar mengancam umat Islam secara umum.

Memang masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh orang muslim awam dalam melakukan tawassul, seperti menganggap yang dijadikan tawassul mempunyai kekuatan, atau bahkan meminta-minta kepada orang yang dijadikan perantara tawassul, bertawassul dengan orang yang bukan sholeh tapi tokoh-tokoh masyarakat yang telah meninggal dunia dan belum tentu beragama Islam, atau bertawassul dengan kuburan orang-orang terdahulu, meminta-minta ke makam wali-wali Allah, bukan bertawassul kepada para para ulama dan kekasih Allah. Itu semua tantangan dakwah kita semua untuk kita luruskan sesuai dengan konsep tawassul yang dijelaskan dalil-dalil di atas.
Wallahu a'lam bissowab.

Comments

Popular posts from this blog

Biografi Ringkas Imam an-Nawawi رحمه الله

Makrifah Tauhid Bagi Jazam

Aurat Lelaki Ketika Solat